Saturday, January 19, 2013





ABSTRAKSI

PROGRAM KONSERVASI ALAM DENGAN PENANAMAN SEJUTA POHON PADA KAWASAN WISATA BOROBUDUR DAN DAERAH SEKITARNYA BERORIENTASI KERAKYATAN DI PROPINSI JAWA TENGAH
DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA










SLOGAN

Hijau bumiku,
Hijau Negeriku,
Segar udaraku,
Sehat Bangsaku,
Sejahtera rakyatku,
Lestari alamku.
  





































KATA PENGANTAR

Pertama kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hidayah dan karunia-Nya, kita diberi keselamatan, kesehatan, dan kenikmatan di dunia ini, sehingga kita selalu berkarya dan bermanfaat bagi umat manusia beserta lingkungannya yang membuat hidup bisa lebih bermakna.
Berdasarkan pengamatan bahwa perkembangan keadaan lingkungan hidup di sekitar kita, baik berskala kedaerahan/ regional, nasional, internasional, maupun global yang semakin menurun kualitasnya, misalnya udara yang semakin tercemar, air yang semakin kotor, dan kurang merata ketersediaannya, hutan gundul, dan sebagian tanah yang rusak, maka dengan keadaan yang sedemikian memprihatinkan itulah yang mendorong kami untuk ambil bagian melakukan kegiatan konservasi alam dan mengajak berbagai pihak terkait dan berkompeten untuk bersama-sama peduli akan masalah tersebut.
Adapun pihak yang dimaksudkan antara lain:
1.                Instansi Pemerintah
2.                Produsen
3.                Produsen kendaraan bermotor
4.                Pengelola HPH
5.                Pabrik-pabrik berlimbah (padat, cair, maupun gas)
6.                Perusahaan jasa transportasi ( darat, laut, maupun udara)
7.                Rumah Sakit
8.                Perusahaan Pertambangan,
Untuk menyisihkan kemampuannya menjalin kebersamaan berpartisipasi dalam mendukung kegiatan program konservasi alam ini.
Proposal ini menggambarkan keadaan kualitas lingkungan hidup yang sejak tiga dasa warsa terakhir ini mengalami penurunan yang sangat drastis, khususnya di Kawasan Wisata Cnadi Borobudur dan daerah sekitarnya yaitu di Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu kami berharap kepada semua pihak terketuk hatinya untuk ”gumregah” mengambil bagian berpartisipasi menyumbangkan dana untuk mengatasi masalah tersebut di atas.
ORIENTASI KERAKYATAN
TERIMA KASIH!




































DAFTAR ISI

I.          LATAR BELAKANG MASALAH
II.        POKOK-POKOK DAN RUMUSAN MASALAH
III.       TUJUAN PROGRAM
IV.      MANFAAT PROGRAM
V.       TINJAUAN TEORETIS
VI.      TINJAUAN EMPIRIS
VII.     ANALISIS SITUASI
VIII.   RENCANA PENYELESAIAN MASALAH
IX.      TARGET LUARAN
X.       KELAYAKAN ORGANISASI PENGUSUL
XI.      RENCANA SUMBER PEMASUKAN DAN BIAYA PROGRAM

































DAFTAR TABEL













































DAFTAR GAMBAR













































DAFTAR LAMPIRAN













































PROGRAM KONSERVASI ALAM DENGAN PENANAMAN SEJUTA POHON PADA KAWASAN WISATA BOROBUDUR DAN DAERAH SEKITARNYA BERORIENTASI KERAKYATAN DI PROPINSI JAWA TENGAH
DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I.          LATAR BELAKANG MASALAH

Sudah kita rasakan bersama bahwa suhu udara dan terik matahari kian terasa panas dan menyengat, hal ini sebagai akibat dari terjadinya pemanasan global (Global Warming). Sebagai gambaran perubahan rat-rata suhu bumi dari tahun.......... ke tahun........... HadCM3 (Wikipedia,2008)
Adapun pemanasan global dapat terjadi disebabkan antara lain: penggundulan hutan, pembangunan gedung bertingkat (berkaca).
Di samping suhu panas permukaan bumi yang semakin meningkat, juga udara yang kita hirup kualitasnya semakin menurun/ kotor yang berdampak terhadap kesehatan manusia.
Pemerataan tata ketersediaan air yang kurang merata, artinya di suatu daerah kekurangan tetapi di daerah lain terjadi banjir bandang.
Meningkatnya kerusakan hutan di Indonesia DATA?
Secara umum bahwa kualitas lingkungan hidup kita baik air, udara, dan limbah hidup manusia semakin memprihatinkan.

II.        POKOK-POKOK DAN RUMUSAN MASALAH
Memperhatikan latar belakang masalah yang telah ditulis di atas, untuk memperjelasarah kegiatan dan tujuan program, maka permasalahan yang akan diselesaikan perlu diidentifikasi pokok dan perumusan masalah, seperti di bawah ini:

2.1. Permasalahan secara umum bagaimanakah melestarikan alam yang akhir-akhir ini kualitas ekosistemnya semakin menurun.
2.2. Bagaimanakah menggerakkan masyarakat, khususnya generasi penerus bangsa agar peduli terhadap pelestarian alam?
2.3. Bagaimanakah melestarikan jenis-jenis tanaman yang ada di Indonesia yang semakin langka?
2.4. Bagaimanakah mengembangkan kuantitas jenis-jenis tanaman baru yang nilai ekonominya tinggi?
2.5. Bagaimanakah menahan laju pencemaran udara yang dewasa ini kualitas udara yang kita hirup semakin kotor?
2.6. Bagaimanakah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui usaha penanaman pohon?
Dari butir pokok-pokok masalah tersebut di atas, secara umum rumusan permasalahannya adalah bagaimanakah meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dengan mengadakan  program konservasi lingkungan hidup sebagai usaha pelestarian alam?


III.       TUJUAN PROGRAM

Program pelestarian alam dengan penanaman sejuta pohon yang berbasis kerakyatan mempunyai tujuan antara lain sebagai berikut:

1.    Untuk memotivasi masyarakat khususnya generasi penerus bangsa “care” / peduli tentang konservasi alam.
2.    Perlindungan tata air tanah dan menjaga kelangsungan ketersedian kebutuhan air bagi kehidupan di bumi.
3.    Meningkatkan usaha konservasi hayati
4.    Menjaga dan melestarikan keragaman hayati, terutama jenis-jenis tanaman langka.
5.    Mengurangi laju pencemaran udara dari asap yang dikeluarkan oleh pabrik, kendaraan darat, kendaraan laut, maupun pesawat udara.
6.    Meningkatkan ketersediaan oksigen dimulai bumi.
7.    Mengembangkan jenis-jenis tanaman baru yang nilai ekonomisnya tinggi.
8.    Meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat di sekitar kawasan Taman Wisata Candi Borobudur yang mencakup wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui penanaman pohon tahunan produktif, dengan berbasis kerakyatan.
9.    Memotivasi para produsen, pengusaha, masyarakat luas yang karena kegiatannya ”menusuk” lingkungan hidup, untuk sadar berkontribusi dalam usaha-usaha pelestarian alam.


IV.      MANFAAT PROGRAM
Berdasarkan latar belakang, pokok-pokok permasalahan, tujuan tersebut di atas, Program Pelestarian Alam dengan Penanaman Sejuta Pohon pada Kawasan Taman Wisata Candi Borobudur dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

4.1.    Bagi Dunia
4.1.1. Penghijauan di bumi berarti dapat memperbaiki kondisi paru-paru dunia dengan bertambahnya oksigen di permukaan bumi.
4.1.2. Dapat menahan laju pemanasan global (Global Warming)

4.2.    Bagi Kehidupan
4.2.1.   Dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia baik kesehatan maupun ekonomi.
4.2.2.   Dapat melestarikan kehidupan flora dan fauna.
4.2.3.   Dapat melestarikan kehidupan ikan air tawar.

4.3.    Bagi Bangsa & Negara Indonesia
4.3.1.   Dapat menumbuhkan jati diri bangsa dan negara Indonesia yang peduli tentang pelestaran alam, sehingga dapat mengharumkan nama Indonesia di mat dunia.
4.3.2.   Dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat melalui sumber daya alam.
4.3.3.   Dapat memotivasi generasi penerus bangsa untuk peduli tentang pelestarian alam.

4.4.    Bagi Pemerintah Daerah
4.4.1.   Pelaksanaan program ini dapat mengurangi jumlah pengangguran.
4.4.2.   Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan cara menjual hasil penanaman.
4.4.3.   Dapat lebih menggairahkan perekonomian daerah....?

4.5.    Bagi Taman Wisata Candi Borobudur
4.5.1.   Mempertegas eksistensi Taman Wisata Candi Borobudur sebagai Taman Purbakala Nasional, tidak saja melestarikan warisan budaya namun juga melestarikan flora dan fauna yang merupakan sabuk daerah hijau sebagai pengaman candi (green safety belt).
4.5.2.   Sebagai implementasi dari salah satu misi PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko dapat berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan menjual hasil buah-buahannya kepada pengunjung.

4.6.    Bagi Masyarakat sekitar Candi Borobudur
Dapat menambah kesejahteraan yang lebih baik dari segi kualitas:
·         Kecukupannya persediaan kebutuhan air untuk kehidupan
·         Udara yang lebih baik
·         Tanahnya menjadi subur
·         Ekosistem yang lebih baik
·         Ekonomi keluarga yang lebih baik yang diperoleh dari hasil yang telah ditanam.

4.7.    Bagi Ilmu Pengetahuan
4.7.1.   Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang keragaman hayati.
4.7.2.   Sebagai obyek penelitian yang menarik.
4.7.3.   Menambah khasanah Ilmu Pengetahuan tentang flora.

4.8.    Bagi Perusahaan-perusahaan Donatur/ Peserta Pendanaan
Dapat mengangkat citra baik secara organisasi maupun perorangan atas keikutsertaannya dan turut bertanggung jawab akan pelestarian alam.

V.       PENDEKATAN TEORETIS

PENGHIJAUAN
Menurut pengertian yang umum dianut sekarang ini antara penghijauan dan penghutanan tidak ada perbedaan hakiki. Perbedaannya hanya terletak pada tahana (status) tempat kedua macam kegiatan ini dilakukan. Penghijauan dikerjakan pada kawasan pertanian, khususnya kawasan pertanian rakyat, sedang penghutanan dikerjakan pada kawasan hutan. Pengertian penghijauan bertambah kabur lagi setelah orang mencoba menyisipkan pengertian ”agroforestry” ke dalam pelaksanaan penghijauan (Notohadiprawiro, 1980). Ada lagi rumusan yang membingungkan, yang menganjurkan untuk mempercepat usaha rehabilitasi tanah-tanah kritik dengan jalan meletakkannya di bawah kuasa langsung pemerintah dan memasukkannya dalam kawasan hutan. Juga disarankan untuk menggerakkan inisiatif dan modal swasta dalam mengusahakan tanah-tanah yang tidak produktif dengan jalan memberikan bantuan yang diperlukan dan insentif yang menarik (Alumni Home Coming Day III, Fakultas Kehutanan IPB, 1976). Rumusan dan anjuran ini jelas bernada bertolak belakang dengan salah satu pernyataan dalam ” Perintjian Kebidjaksanaan dan Rentjana Kerdja Departemen Kehutanan” (1966) yang menegaskan, bahwa pemakaian tanah sebagai kesatuan modal dan alat produksi harus memiliki fungsi sosial dan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat.

Sebenarnya penghijauan adalah suatu kegiatan yang mengandung dua tujuan pokok yang saling berkaitan erat (1) Memasukkan gatra ekologi atau pelestarian lingkungan dalam usahatani dan dalam membina daerah pemukiman, dan (2) Meningkatkan produktivitas usahatani dan pekarangan serta membuat nyaman lingkungan tempat tinggal. Mengingat tujuan-tujuan itu jelaslah, bahwa penghijauan merupakan unsur tataguna lahan, dan karena itu berciri tempat dan waktu. Hakekat penghijauan ialah metode biologi untuk pembenahan tataguna lahan. Metode mekanik yang sering disertakan pada penghijauan, yaitu penyengketan dan pengundakan lereng, serta pembuatan saluran pembuang air turah dari aliran permukaan, merupakan usaha pendukung (suplementary) atau pellengkap (complementary). Dengan menyertakan tatacara fisika tanah yang lebih mempan untuk menanggulangi erosi tanah dan pengawetan lengas tanah, a.l. pembongkahan tanah bero, memulsa, menggarap tanah bawahan (subsoiling), dan penggunaan ”soil conditioners”, penghijauan dapat ditingkatkan menjadi usaha pengawetan tanah dan air yang lengkap.

Penghutanan dan penghijauan harus berbeda, tidak saja dalam hal tahana atau peruntukan lahannya, akan tetapi terutama dalam konsep dan penghampirannya (approach). Penghutanan (reboisasi, reforestation) pada asasnya bermaksud membangun kembali atau mengembangkan suatu masyarakat tumbuhan berupa hutan. Pengertian ”hutan” di sini sesuai dengan ketentuan struktur vegetasi dan fisiognomi, atau menurut watak ekologinya. Menurut gawainya, hutan dapat dipilahkan menjadi hutan lindung dan hutan produksi. Perkebunan dapat disejajarkan dengan hutan produksi. Penghijauan dimaksudkan untuk membangun kembali atau memperbaiki atau membenahi suatu sistem gawai (functional system) yang beranasirkan manusia, tanaman (dengan atau tanpa ternak), dan anasir-anasir fisik lahan. Secara singkat sistem gawai tadi boleh dinamakan ekosistem pedesaan.

Maka dari itu di dalam kegiatan penghutanan, pemutusan yang berkaitan dengan perencanaan komprehensif pada asasnya hany terbagi menjadi dua kategori, yaitu alternatif teknik dan pilihan ekologi. Di dalam penghijauan, sebagai salah satu bagian pengelolaan ekosistem pedesaan, diperlukan tiga kategori pemutusan yang berkaitan dengan perencanaan komprehensif. Ketiga kategori itu ialah alternatif teknik, pilihan ekologi, dan pilihan kelembagaan atau organisasi sosial dan budaya (technical alternatives, ecological choices, institusional choices or social and cultural organization; Michigan State Univ., 1976).

King (1979) mengatakan, bahwa sistem agroforestry hendaknya dilaksanakan terutama pada lahan yang kritik secara ekologi, yang berharkat tepian (marginal) untuk pertanian. Lahan seperti itu sebenarnya secara hakiki tidak memiliki kemampuan untuk diusahakan menghasilkan hasil panen pertanaman pertanian secara lestari. Lahan itu terpaksa harus diikut-sertakan dalam kegiatan produksi pertanian untuk membantu menopang kehidupan penduduk yang tdak sedikit jumlahnya. Jadi secara tersirat, agroforestry merupakan suatu upaya yang dapat memperluas lahan usaha pertanian ke lahan-lahan yang semula tidak memiliki harkat sebagai lahan pertanian. Sekali lagi perlu ditekankan, bahwa agroforestry harus dapat membaur dengan praktek pertanian setempat.

D.A.S. SEBAGAI SUATU SUMBER DAYA DARAT DAN SISTEM
Yang diartikan dengan sumberdaya (resource) ialah suatu persediaan barang yang diperlukan, berupa suatu cadangan yang dapat diperoleh (Menard, 1974: Obtainable reserve supply of some desirable thing). Jadi pengertian sumberdaya selalu menyangkut manusia dan kebutuhannya serta usaha atau biaya untuk memperolehnya. Oleh karena berkaitan dengan kebutuhan manusia maka sumberdaya memiliki arti nisbi (relative).

Sumberdaya dapat dipilahkan atas dasar kehadirannya (existence):
1.    Sumberdaya alam, yang hadir karena perbuatan alam, yaitu udara, air, tanah, minyak bumi, hutan rimba, dsb.
2.    Sumberdaya budaya (artificial), yang hadir karena perbuatan manusia, yaitu waduk, polder, tanah sawah, hutan budidaya, perkebunan, manusia sendiri dengan ilmu dan keterampilannya dsb.

Sumberdaya dapat pula dipilahkan menurut kemantapannya terhadap pengaruh atu tindakan manusia:
  1. Sangat mantap, yang dapat dikatakan tidak terkenakan atau tidak mudah terkena pengaruh atau akibat tindakan manusia, yaitu iklim, corak timbulan makro, sumber panas bumi, laut, dsb.
  2. Cukup mantap, yang secara bernagsur dalam jangka waktu panjang dapat terpengaruh oleh tindakan manusia, yaitu tanah, hidrologi wilayah, danau, lereng, dsb.
  3. Kurang atau tidak mantap, yang secara nisbi cepat terpengaruh oleh tindakan manusia, yaitu vegetasi, marga satwa, dan lain-lain masyarakat hayati.

Suatu sumberdaya tertentu dapat memiliki nilai kemantapan beraneka, tergantung dari gatranya yang diperhatikan. Misalnya, tanah sebagai tubuh memiliki nilai kemantapan daripada kesuburannya. Mutu air jauh lebih goyah daripada jumlahnya. Manusia terang tidak dapat mengubah isi padu (volume) udara dalam troosfir, akan tetapi dia secara nisbi mudah mencemarkannya.

Sumberdaya sering dipilahkan berdasar kemampuannya memugar diri (self restoring):
1.    Terbarukan (renewable), seperti udara, air, tanah, hutan, dan ikan. Memang ditinjau secara setempat, air, tanah, hutan, dan ikan dapat menyusut atau habis. Akan tetapi secara keseluruhan, mereka itu tidak akan habis selama faktor-faktor pembentuknya masih tetap bergawai (functioning). Bahkan yang habis di suatu tempat akan dapat timbul kembali jika diberi kesempatan cukup.
2.    Tak-terbarukan (non-renewable), seperti minyak bumi, panas bumi, dan cebakan (ore) mineral. Sudah barang tentu mereka pun dapat terbentuk kembali kalau diberi kesempatan berskala kurun geologi. Akan tetapi hal ini tidak gayut dengan pengelolaan sumberdaya.

DAS (resume eyom)
Pengelolaan daerah tadahan atau hulu ditujukan untuk mencapai hal-hal berikut ini (Roy & Arora, 1973):
  1. Mengendalikan aliran permukaan turah (excess) yang merusak, sebagai usaha mengendalikan banjir.
  2. Memperlancar infiltrasi air ke dalam tanah.
  3. Mengusahakan pemanfaatan aliran permukaan untuk maksud-maksud yang berguna.
  4. Mengusahakan semua sumberdaya tanah dan air untuk memaksimumkan produksi.

Pekerjaan-pekerjaan persiapan yang diperlukan sebelum memulai kegiatan pengelolaan DAS hulu ialah:
  1. Membuat potret udara untuk menyusun peta-peta kontur atau bentuk muka lahan, pola hidrologi permukaan dan geomorfologi.
  2. Mencatat watak curah hujan (intensitas, jangka waktu, dan tagihandan penaksiran pola penyaluran air hujan pada permukaan lahan.
  3. Pemairan (survey0 bahaya banjir pada musim hujan dan bahaya kekeringan pada musim kemarau.
  4. Pemairan dan pemetaan tanah, termasuk hidrologi tanah dan neraca lengas tanah, utnuk memperoleh gambaran tentang mutu tanah dan ketersediaan air untuk pertanian.
  5. Pemetaan sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga.
  6. Pemairan dan pemetaan kemampuan lahan, termasuk erodibilitas tanah.
  7. Pemairan dan pemetaan penggunaan lahan kini, termasuk vegetasi penutup asli.
  8. Kalau dipandang perlu, juga dilakukan pemairan dan pemetaan geologi untuk menyidik (identify) sumberdaya mineral yang termanfaatkan dan menyifatkan keadaan lingkungan geologi dlam hubungannya dengan pembangunan teknik dan pemukiman.

Tujuan pengelolaan DAS hilir dapat diringkaskan sebagai berikut:
  1. Mencegah atau mengendalikan banjir dan sedimentasi yang merugikan, sehingga tidak merusak dan menurunkan kemampuan lahan.
  2. Memperbaiki pengatusan (drainage) lahan untuk meningkatkan kemampuannya.
  3. Meningkatkan dayaguna air dari sumber-sumber air tersediakan.
  4. Meliorasi tanah, termasuk memperbaiki daya tanggap tanah terhadap pengairan, dan kalau perlu juga reklamasi tanah atas tanah-tanah garaman, alkali, sulfat masam, gambut tebal, dan mineral mentah.

Pekerjaan-pekerjaan persiapan yang diperlukan di DAS hilir sebelum kegiatan pengelolaan dimulai ialah:
  1. Pemairan bahaya banjir opada musim hujan dan bahaya kekeringan pada musim kemarau.
  2. Menciptakan watak hidrologu lahan, terutama yang berkaitan dengan pengatusan dan perembihan (internal drainage).
  3. Pemairan dan pemetaan tanah, termasuk hidrologi tanah dan neraca lengas tanah, untuk memperoleh gambaran tentang mutu tanah dan ketersediaan air untuk pertanian.
  4. Pemetaan sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, kalau perlu juga kebutuhan air untuk industri.
  5. Meruntut jangkauan air laut menuju ke pedalaman, yang dapat menimbulkan bahaya kegaraman tanah dan air, atau mendorong pembentukan lapisan tanah sulfat masam potensial, lebih-lebih kalau disertai dengan pelonggokan bahan organik.
  6. Membatasi bagian lahan dengan tanah yang berpotensi rendah
  7. Menetapkan kematangan fisik tanah
  8. Pemairan dan pemetaan kemampuan lahan.

Macam data yang harus dikumpulkan:
  1. Neraca air makro dan mikro
  2. Erosivitas hujan dan erodibilitas tanah untuk daerah-daerah beriklim kering, erosivitas hujan diganti erosivitas angin.
  3. Keadaan iklim hayati, yang mencakup agihannya menurut tinggi tempat dan kedudukan topografi.
  4. Proses aluvial dalam geomorfologi.
  5. Kemampuan lahan untuk pertanian.
  6. Tataguna lahan kini dan produktivitasnya.
  7. Ketercapaian wilayah dan keterlintasan medan.
  8. Kerapatan dan agihan penduduk, laju pertambahan penduduk, mata pencaharian, kemampuan usaha, tingkat pendapatan dan kekayaan keluarga, tingkat kesehatan, dan mobilitas penduduk.
  9. Rata-rata dan agihan luas lahan milik atau garapan, dan tingkat penerapan teknologi.



PENGHIJAUAN KOTA

4.1. Kebijakan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Wilayah Perkotaan
Sebagian besar materi pada sub bab ini mengacu pada tulisan  yang berjudul ”Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan”, makalah Lokakarya dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, diselenggarakan di Bogor 30 November 2005.

Pengembangan sistem RTH di perkotan didasari atas beberapa pemikiran, antara lain:


(1) Keterbatasan luasan kota versus kemajuan pembangunan kota.
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh
dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai
fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan
transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami
lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan
tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua
hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering
dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain
pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan
sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan
warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan

telah menimbulkan berbagai ketidak nyamanan di lingkungan
perkota-an. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini
sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan
bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan
menyamankan.


(2) Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya
kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya
alam maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang
ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai
berbagai pendekatan dalam perencanaan dan
pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan
sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam
menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep
ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama
perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan
pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk
kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan
kotanya.
(3) RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi.
Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi
ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika
yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat
dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk
kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi
nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH






yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan,
maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan
distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun
dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan
keinginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan
perkembangan kota merupakan determinan utama dalam
menentukan besaran RTH fungsional ini.

(4) Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara
integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan
wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan
berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-
fungsi lingkungan.

(5) Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan
ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah
rencana dan rancangannya.


4.2. Definisi
RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah
perkotaan (urban spaces) yang diisi oleh vegetasi guna mendukung
manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH
dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan
keindahan wilayah perkotaan tersebut.


4.3. Kategorisasi RTH
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat
diklasifikasi menjadi :
a. bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung)
b. bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota,
pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).


Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi :

a. RTH berbentuk kawasan/areal, meliputi RTH yang berbentuk
hutan (hutan kota, hutan lindung, hutan rekreasi), taman,
lapangan OR, Kebun Raya, kebun Pembibitan, Kawasan
Fungsional (RTH kawasan perdagangan, RTH kawasan
perindustrian, RTH kawasan permukiman, RTH kawasan
pertanian) RTH kawasan khusus (Hankam, perlindungan tata
air, plasma nutfah, dan sebagainya).
b. RTH berbentuk jalur / koridor / linear, meliputi RTH koridor
sungai, RTH sempadan danau, RTH sempadan pantai, RTH
tepi jalur jalan, RTH tepi jalur kereta, RTH Sabuk hijau (green
belt), dan sebagainya.


Berdasarkan status kepemilikan, RTH diklasifikasikan menjadi 2
kelompok:

a. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan
publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah, dan
b. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada
lahan-lahan milik privat.





4.4. Fungsi dan Manfaat RTH
RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi yang strategis.
Fungsi RTH dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan
b. fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial,
dan fungsi ekonomi.


RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu
wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang
berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota.
RTH fungsi ini merupakan perlindungan sumberdaya penyangga
kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar.
RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan
dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-
indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas :


a. manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat
tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual
(kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar),
keinginan, dan
b. manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat
intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati.


4.5. Pola dan Struktur Fungsional
Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh
hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar
komponen pembentuknya. Pola RTH terdiri dari:

(a) RTH struktural
RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh
hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang
mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat
antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non
ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi.
Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial
dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor
recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan
dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park
system) yang dimulai dari taman perumahan, taman
lingkungan, taman ke-camatan, taman kota, taman regional,
dan seterusnya.




(b) RTH non struktural
RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh
hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang
umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena
bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang
sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak
berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk
oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut,
seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal,
RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir.

 Gambar 4.1

Karakteristik RTH

Sumber: Ditjen Penataan Ruang DPU, 2005








  
PENGHIJAUAN JALAN
Materi tentang penghijauan jalan atau lansekap jalan, sebagian besar mengacu buku "Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996" merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

7.1. Pengertian
Lansekap Jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada Iingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi Iahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan Iingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.

7.2. Ketentuan Penyesuaian dengan persyaratan Geometrik Jalan menurut Letak Jalur Tanaman
Hal-hal yang dipersyaratkan dan perlu diperhatikan dalam perencanaan lansekap jalan agar dapat memenuhi penyesuaian dengan persyaratan geometrik jalan adalah sebagai berikut :
150
(1) Pada jalur tanaman tepi jalan
Jalur tanaman pada daerah ini sebaiknya diletakkan di tepi jalur lalu lintas, yaitu diantara jalur lalu lintas kendaraan dan jalur pejalan kaki (trotoar).
Penentuan jenis tanaman yang akan ditanam pada jalur ini harus memenuhi kriteria teknik perletakan tanaman dan disesuaikan dengan lebar jalur tanaman.
(2) Pada jalur tengah (median)
Lebar jalur median yang dapat ditanami harus mempunyai lebar minimum 0.80 meter, sedangkan lebar ideal adalah 4.00 - 6.00 meter Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan tempat perletakannya terutama pada daerah persimpangan, pada daerah bukaan ("U - turn"), dan pada tempat di antara persimpangan dan daerah bukaan. Begitu pula untuk bentuk median yang ditinggikan atau median yang diturunkan.
(3) Pada daerah tikungan
Pada daerah ini ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam hal menempatkan dan memilih jenis tanaman, antara lain jarak pandang henti, panjang tikungan, dan ruang bebas samping di tikungan.
Tanaman rendah (perdu atau semak) yang berdaun padat dan berwarna terang dengan ketinggian maximal 0.80 meter sangat disarankan untuk ditempatkan pada ujung tikungan. 151
(4) Pada daerah persimpangan
Persyaratan geometrik yang ada kaitannya dengan perencanaan
lansekap jalan ialah adanya daerah bebas pandangan yang harus terbuka agar tidak mengurangi jarak pandang pengemudi. Pada daerah ini pemilihan jenis tanaman dan perletakannya harus memperhatikan bentuk persimpangan baik persimpangan sebidang maupun persimpangan tidak sebidang.

7.3. Pemilihan Jenis Tanaman pada jalur Tanaman Tepi dan Median

1) Ketentuan untuk perletakan tanaman pada jalur tepi dan jalur tengah (median) disesuaikan dengan potongan melintang standar tergantung pada klasifikasi fungsi jalan yang bersangkutan (arteri, kolektor atau lokal).

2) Berdasarkan lingkungan di sekitar jalan yang direncanakan dan ketentuan ruang yang tersedia untuk penempatan tanaman lansekap jalan. Maka untuk menentukan pemilihan jenis tanamannya ada 2 (dua) hal lain yang perlu diperhatikan yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Dari contoh-contoh berikut ini diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pemilihan jenis tanaman lansekap jalan, dan disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta rendah evapotranspirasinya.
152 153 154 155 156

7.4. Pemilihan Jenis Tanaman pada Daerah Tikungan
Ketentuan perletakan dan pemilihan jenis tanaman lansekap jalan pada daerah tikungan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(1) Bentuk Tikungan Daerah Bebas Samping di Tikungan

(2) Pemilihan Jenis Tanaman pada Daerah Tikungan
Penentuan jenis tanaman ditentukan dengan melihat bentuk tikungan dan mengetahui luas daerah bebas samping di tikungan. Disarankan, agar baik pada awal tikungan maupun di daerah bebas samping digunakan tanaman dengan ketinggian < 0.80 meter, supaya dapat mengarahkan tetapi tidak menutupi pandangan pengemudi kendaraan.

7.5. Pemilihan Jenis Tanaman pada Persimpangan
Beberapa hal penting yang, perlu dipertimbangkan dalam penyelesaian lansekap jalan pada persimpangan, antara lain :

1) Daerah Bebas Pandang di Mulut Persimpanqan
Pada mulut persimpangan harus ada daerah terbuka agar tidak menghalangi pandangan pengemudi sehingga akan memberikan rasa aman. Untuk daerah bebas pandang ini ada ketentuan mengenai letak tanaman yang disesuaikan dengan kecepatan kendaraan dan bentuk persimpangannya.
(lihat buku "Spesifikasi Perencanaan Lansekap Jalan Pada Persimpangan” No. 02/T/BNKT/1992). Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel berikut :
Catatan :

- Tanaman rendah, berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian < 0.80 meter

- Tanaman tinggi, berbentuk pohon dengan percabangan di atas 2 meter

2). Pemilihan jenis Tanaman pada Persimpanqan
Penataan lansekap pada persimpangan akan merupakan ciri dari persimpangan itu atau lokasi setempat. Ada yang menempatkan jam kota, ornamen-ornamen seperti patung, air mancur, gapura, atau tanaman yang spesifik.
Penempatan dan pemilihan bentuk / desain semua benda-benda ini harus disesuaikan dengan ketentuan geometrik pada persimpangan dan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
159 160

(a) Daerah bebas pandang tidak diperkenankan ditanami tanaman yang menghalangi pandangan pengemudi. Sebaiknya digunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian < 0.80 meter, dan jenisnya merupakan berbunga atau berstruktur indah, misalnya :
- Ixora stricata ( soka berwarna-warni )
- Lantana camara ( lantana )
- Duranta sp ( pangkas kuning ).

(b) Bila pada persimpangan ada pulau lalu lintas atau kanal yang dimungkinkan untuk ditanami, sebaiknya digunakan tanaman perdu rendah dengan pertimbangan agar tidak mengganggu penyeberang jalan dan tidak menghalangi pandangan pengemudi kendaraan.

(c) Penggunaan tanaman tinggi berbentuk tanaman pohon sebagai tanaman pengarah, digunakan :
- Tanaman berbatang tunggal seperti jenis palem
Contoh :

- Oreodoxa regia - palem raja

- Areca Catechu - pinang jambe

- Borassus Flabellifer - lontar (siwalan)

- Tanaman pohon bercabang > 2 meter
Contoh :

- Khaya Sinegalensis - Khaya

- Lagerstromea Loudonii - bungur

- Mimusops Elengi - tanjung.


Contoh pemilihan jenis tanaman sesuai dengan fungsi, bentuk dan penempatannya pada daerah tikungan dan daerah persimpangan dapat dilihat pada penjelasan berikut ini.

1. Tanaman tinggi yang dapat terlihat dari jauh.

2. Menggunakan tanaman bermassa daun padat/tidak mudah rontok dan batang/dahan tidak merenggas (mudah patah).

3. Tanaman memiliki bentuk tajuk/mahkota yang indah dan berbunga/berdaun indah.

4. Sistem perakarannya tidak merusak konstruksi jalan.

5. Penggunaan tanaman pengarah pada pada sisi yang memungkinkan. Pada sisi tegak lurus diletakkan tanaman pengarah, agar kendaraan dari jauh dapat mengetahui bahwa ada simpang tiga dihadapannya, sehingga dapat



mempersiapkan diri untuk mengarahkan kendaraannya ke kiri atau ke kanan.

6. Tahan terhadap intensitas terik matahari dan mudah pemeliharaannya.


4). Tipe Lansekap Jalan dengan Bukaan
Tipe 1. Tempat Putaran

Tipe 2. Persimpangan
Di bawah ini disajikan beberapa contoh gambar desain lansekap jalan raya.


VI.      TINJAUAN EMPIRIS

Pemanasan global

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006 relatif terhadap 1961–1990
Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980
Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Penyebab pemanasan global

Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

Efek umpan balik

Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]

Variasi Matahari

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]

Peternakan (konsumsi daging)


Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir!
IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.[15]
Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumi dan berubahnya sistem iklim di bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.

Khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan global, dan membuat kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang berhasil dikumpulkan, kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah tersebut .
Salah satu hal pertama yang mereka temukan adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, pembangkit tenaga listrik, serta pembabatan hutan.
Tetapi, menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, "industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). " Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia! [16][17][18]
Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam. [19]
Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak.
Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock's Long Shadow-Environmental Issues and Options), peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan .... kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. [20]
Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.
Konsumsi air untuk menghasilkan satu kilo makanan dalam pertanian pakan ternak di Amerika Serikat
1 kg daging
Air (liter)
Daging sapi
1.000.000
Babi
3.260
Ayam
12.665
Kedelai
2.000
Beras
1.912
Kentang
500
Gandum
200
Slada
180

Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, tidak sulit untuk menghitung bahwa industri ternak sama sekali tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging di atas meja makan orang. Untuk memproduksi satu kilogram daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi!
Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!
Dengan menggabungkan biaya energi, konsumsi air, penggunaan lahan, polusi lingkungan, kerusakan ekosistem, tidaklah mengherankan jika satu orang berdiet daging dapat memberi makan 15 orang berdiet tumbuh-tumbuhan atau lebih.

Marilah sekarang kita membahas apa saja yang menjadi sumber gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:[21]
1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya
b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG)
c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan
d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak.7
e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya
2. Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan
a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya.
b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.
3. Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen
a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.
b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.

Dari uraian di atas, Anda bisa melihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari tiap komponen sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20 tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.

Tahun lalu, penyelidik dari Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, Gidon Eshel dan Pamela Martin, juga menyingkap hubungan antara produksi makanan dan masalah lingkungan. Mereka mengukur jumlah gas rumah kaca yang disebabkan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur, serta membandingkan jumlah tersebut dengan seorang yang berdiet vegan.
Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ektra per orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2.

Mengukur pemanasan global

Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. [22]
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.

Model iklim

Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi.
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.[23] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.[24] Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.[25][26][27]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. [28] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[29]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Peningkatan Permukaan Laut

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Suhu Global Cenderung Meningkat

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Gangguan Ekologis

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Dampak Sosial Dan Politik

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

Perdebatan tentang pemanasan global

Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang temperatur air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.[29]
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.

Pengendalian pemanasan global

Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Menghilangkan karbon

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.

Persetujuan internasional

Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.

         Konservasi Tanah dan Air di Lahan Kering

Juli 3, 2007 — La An
Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan2 kering.
Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket2 teknologi untuk mananggulangi masalah2 tersebut juga dah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah.
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengaawetkan tanah.
Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.
Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah2 di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman2 tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.
Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan ato penanaman tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman tanaman yg bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete.
DATA LOKASI PUNCAK PENGHIJAUAN DAN KONSERVASI ALAM
 Perode/Tahun Luas Areal (Ha) Pemanfaatan
1 Jawa Barat/Bogor I/ 1961 4 Konservasi
2 Jawa Barat/Cirebon II/1962 5 Hutan Wisata
3 D.I. Jogyakarta/Gunung Kidul III/!963 10 Produksi Kayu
4 Jawa Timur/Blitar IV/1964 10 -
5 - V/1965 - -
6 Jawa Tengah/Wonogiri VI/1966 40 -
7 Jawa Tengah/Magelang VII/1967 33 -
8 Jawa Barat/garut VIII/1968 25 Kebun Rakyat
9 Lampung/Lampung Selatan IX/1969 50 -
10 Sulawesi Selatan/Sidrap X/1970 50 -
11 Jawa Timur/Ponorogo XI/1971 250 -
12 Sulawesi Utara/Gorontalo XII/1972 50 -
13 Sulawesi Tengah/Donggala XIII/1973 60 -
14 Nusa Tenggara Timur/Kupang XIV/1974 50 -
15 Sumatera Utara/Tapanuli Utara XV/1975 25 -
16 Kalimantan Barat/Sambas XVI/1976 20 -
17 Kalimantan Selatan/Banjar XVII/1977 20 Rekreasi & Cagar Alam
18 Sumatera Selatan/Lahat XVIII/1978 25 Rekreasi, Pendidikan
19 Nusa Tenggara Timur/Kupang XIX/1979 20 -
20 Riau/Kampar XX/1980 20 Kemah,bakti Pramuka
21 Sulawesi Tenggara/Kendari XXI/1981 30 Percontohan Pendidikan
22 Sumatera Barat/Solok XXII/1982 10 -
23 Bali/Karangasem XXIII/1983 10 Bumi Perkemahan
24 Nusa Tenggara Barat/Lombok Barat XXIV/1984 10 Obyek Wisata
25 Jawa Tengah/Wonogiri XXV/1985 10 -
26 Jawa Barat/Bandung XXVI/1986 220 Rekreasi Perkemahan
27 Sulawesi Selatan/Gowa XXVII/1987 20 -
28 Jawa Timur/Blitar XXVIII/1988 8 -
29 Kalimantan Selatan/Banjar XXIX/1989 3 Rekreasi Perkemahan
30 Sulawesi Tengah/Donggala XXX/1990 40 Rekreasi Perkemahan
31 Riau/Pulau Bintan XXXI/1991 20 Rekreasi Perkemahan
32 Sulawesi Utara/Gorontalo XXXII/1992 76 -
33 Jambi/Batanghari XXXIII/1993 125 -
34 Maluku/ambon XXXIV/1994 100 Rekreasi Perkemahan
35 Aceh/Aceh Besar XXXV/1995 10 -
36 Kalimantan Barat/Pontianak XXXVI/1996 10 -
37 Kalimantan Timur/ Balikpapan XXXVII/1997 10 -
38 Jawa Barat/Bogor XXXVIII/1998 10 Pendidikan
39 Jawa Tengah/Pemalang XXXIX/1999 2 Konservasi Pantai
40 Kalimantan Tengah/Kapuas XXXX/2000 2 Arboretum,Pendidikan
41 Bengkulu/Bengkulu Utara XXXXI/2001 5 Hutan Wisata
Jumlah 1,498
Sumber : Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan.

SIARAN PERS
Nomor : S. 376/PIK-1/2008
DEPHUT SERAHKAN PENGHARGAAN PEMENANG LOMBA PENGHIJAUAN DAN KONSERVASI ALAM TINGKAT NASIONAL TAHUN 2008
Departemen Kehutanan menyerahkan penghargaan pemenang Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional tahun 2008.
Untuk kelompok Desa/kelurahan Peduli Kehutanan, terpilih Desa Benteng Paremba, Kec. Lembang, Kab. Pinrang, Sulawesi Selatan, Desa Burat, Kec. Kepil, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah, dan Desa Karangasem, Kec. Paliyan, Kab. Gunung Kidul, D.I. Jogjakarta. Ketiga desa tersebut berprestasi dan pantas menerima penghargaan karena melakukan pengamanan hutan, penghijauan, dan pembibitan kayu secara swadaya. Keberhasilan penghijauan tersebut ditunjukkan dengan munculnya mata air yang dapat dimanfaatkan seluruh warga. Selain itu mereka juga membangun hutan rakyat, melakukan reboisasi, rehabilitasi hutan, sampai melakukan konservasi satwa.
Untuk kategori Kader Konservasi Alam terpilih Paris Sembiring (Sumatera Utara), Hayun Kunye (Gorontalo), dan Ramses Ohee (Papua). Mereka memperoleh pengakuan dan penghargaan atas prestasinya sebagai pendiri Bank Pohon, penyumbang bibit hingga 1 juta pohon, penyelamat dan penangkar maleo dari awalnya berjumlah 30 ekor hingga kini menjadi 3000 ekor lebih, dan kegigihan mereka dalam melakukan penyuluhan penyelamatan lingkungan kepada masyarakat setempat.



VII.     ANALISIS SITUASI

VIII.   RENCANA PENYELESAIAN MASALAH
Untuk menjawab pokok-pokok masalah pada angka romawi II, di bawah ini akan dijelaskan tentang rencana penyelesaian masalah. Secara umum pokok permasalahan dimaksud dapat dipecahkan/ diselesaikan dengan cara penanaman sejuta pohon untuk penghijauan bumi sebagai usaha pelestarian alam dengan metode sebagai berikut:

8.1. Rencana Teknis Operasional/ Metode Implementasi Program
8.1.1.   Pengadaan tanaman menurut kelompok jenis tanaman
No
Kelompok Tanaman
TWCB
JATENG
DIY
Satuan bibit pohon
1
K.T. Langka




2
K.T. Hortikultura




3
K.T. Penahan Air




4
K.T. Kayu











8.1.2.   Penanaman:
Penentuan kelompok lahan yang ditanami dan luasannya (Lahan yang dihijaukan):
No
Kelompok Lahan
Luasan (Ha)
TWCB
Jateng
(kab.Mgl & Pwrj)
DIY
TOTAL
1
Taman WCB/ Tapurnas




2
Lahan Penghijauan Hutan




3
Lahan Penghijauan DAS




4
Lahan Penghijauan Jalan




5
Lahan Penghijauan Kota




6
Lahan Penghijauan Pekarangan











8.1.3.   Distribusi dan Penanaman
No
Distribusi
TWCB
JATENG
DIY
TOTAL































No
Penanaman
TWCB
JATENG
DIY
TOTAL
































8.1.4.   Pemeliharaan
Pada dasarnya pemeliharaan pasca tanam, tanaman dirawat oleh organisasi atau perorangan yang telah diberi secara gratis tanaman oleh tim pelaksana program untuk menjaga kelangsungan hidup tanaman diberikan bantuan dana pemeliharaan Rp 5.000 per pohon.

8.1.5.   Pemantauan pertumbuhan tanaman
Pemantauan pertumbuhan tanaman untuk mengetahui perkembangan tumbuhnya dan kesehatan tanam. Tim bekerja sama dengan seorang perangkat desa untuk memantau perkembangan tumbuhnya tanaman dan menyusun laporannya dengan diberi honor Rp 500.000,-/ bulan selama 4 bulan.

8.2. Sasaran Kegiatan Program
Pihak-pihak yang diminta untuk menanamnya:
1.    Instansi-instansi pemerintah swasta (lahan berkantor)
2.    Sekolahan
3.    Kampus
4.    Taman WCB/ Tapurnas
5.    Pegawai Negeri
6.    Pegawai Swasta
7.    Petani
8.    Rumah Sakit
9.    Tempat Ibadah (masjid, gereja, dll)

8.3. Pemilihan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS)
1.    Diperlukan orang yang mengetahui tentang ilmu tanaman ( Botanist), yaitu untuk menentukan jenis-jenis tanaman dan jenis tanah yang cocok untuk jenis tanam tersebut.
2.    Diperlukan ilmu manajemen akuntansi untuk pengelolaan administrasi keuangan.
3.    Diperlukan ilmu kesekretariatan untuk mengelola administrasi perkantoran tim pelaksana.
4.    Diperlukan teknologi tepat guna yang sederhana berkenaan dengan penanaman, misalnya: mesin penggali lubang tanam dan troli angkut.
5.    Diperlukan teknologi humidifier kontrol untuk  inkubasi tanaman yang perlu tunggu giliran tanaman.
6.    Pada saat ini belum diperlukan ilmu seni, baru kemudia setelah beberapa tahun sangat diperlukan untuk olah hasil kayunya (panen kayu tahunan).

8.4. Garis Besar Manajemen Pelaksanaan Program
1.    Tim Pelaksana program sesuai bidangnya bergerak untuk mengerjakan proposal ini kepada Badan, Instansi atau perorangan yang dipandang tepat untuk dimohon partisipasinya sebagai penyandang dana/ donatur, misalnya: PERTAMINA, Perusahaan Angkutan, dll)
2.    Tim Pelaksana program berkoordinasi secara intensif dengan Instansi terkait, misalnya: Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan/ desa, kampus, sekolah, dll, dlaam rangka pelaksanaan distribusi tanaman untuk ditanam. Dalam hal ini dengan didahului adanya pendekatan/ penyuluhan khalayak akan pentingnya penghijauan.

IX.      TARGET LUARAN TAHUNAN
No

Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10


























































































































X.       KELAYAKAN ORGANISASI PENGUSUL
Sebagai pengusul Program Pelestarian Alam dengan Penanaman Sejuta Pohon pada Kawasan Taman Wisata Candi Borobudur dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, & Ratu Boko dengan membentuk suatu tim pelaksana program yang secara legal dibentuk dengan suatu surat keputusan Direktur Utama. Adapun kegiatan program tersebut bersifat sosial yaitu pengabdian kepada masyarakat di daerah sekitar wisata Candi Borobudur.

10.1.     Pengalaman Organisasi
10.1.1.    Penanaman pohon-pohon yang tergolong langka di sebagian lahan taman wisata Candi Borobudur ± 85 Ha pada tahun 1987 sebagai green safety belt Candi Borobudur.
10.1.2.    Penanaman pohon-pohon yang tergolong langka di sebagian lahan taman wisata Candi Prambanan ± 80 Ha pada tahun 1987 sebagai green safety belt Candi Prambanan.
10.1.3.    Penghijauan dengan tanaman keras di bukit Boko dan sekitarnya seluas ± 20 Ha pada tahun 1991 bekerja sama dengan STIPER Yogyakarta.

10.2.     Sumber Daya Manusia
10.2.1.    Dari dalam perusahaan, diperbantukan tenaga-tenaga sesuai dengan bidnagnya:
1. Bidang pertanian dan pertanaman         = 2 orang
2. Bidang manajemen                                   = 2 orang
3. Bidang keuangan                                      = 2 orang
4. Bidang pertanahan                                                = 1 orang
5. Bidang logistik                                            = 1 orang

10.2.2.    Dari luar perusahaan, dimohonkan bantuan tenaga dari instansi terkait untuk koordinasi pelaksanaan kegiatan program, antara lain:
1. Pemerintah Daerah terkait
2. Dinas terkait
3. Tokoh Masyarakat














10.2.3.    Struktur OrganisasiTim Pelaksana






 
10.3.     Fasilitas
Fasilitas-fasilitas yang ada pada organisasi pengusul antara lain:
3.    Kendaraan untuk transportasi kegiatan.
4.    Perlengkapan kantor untuk Tim Pelaksana Program
5.    Peralatan komunikasi
6.    Komputer
7.    Soft Ware Akuntansi

10.4.     Jadwal Kerja

NO
URAIAN KEGIATAN
TAHUN  I
( KWARTAL )
TAHUN II
( KWARTAL )
TAHUN III
( KWARTAL )
TAHUN  IV
( KWARTAL )
TAHUN  V
( KWARTAL )
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV



























































































































































































































































































































































































































































XI.      RENCANA SUMBER PEMASUKAN DANA DAN BIAYA PROGRAM
11.1.             Rencana Sumber-sumber pemasukan dana:
No
Asal Dana















































































































































11.2.             Rekapitulasi Rencana Biaya Program
No
Item Biaya
I
II
III
IV
V
Total
%









































































11.3.             Rincian Rencana Program


DAFTAR PUSTAKA











































LAMPIRAN















Kebakaran hutan






















Polusi Jakarta

Polusi 2



0 komentar:

Post a Comment

salam buat pembaca blog noe